Batu Lontaran Jamarat, Batu Perlawanan Palestina

Batu Lontaran Jamarat, Batu Perlawanan Palestina

55,666
0

Oleh: Rusli Abdul Roni

Batu Lontaran Jamarat adalah sebuah ritual yang dilakukan oleh jamaah haji dalam rangkaian ibadah haji di Mina, Arab Saudi.

Ritual ini melambangkan perlawanan terhadap setan, di mana para jamaah melemparkan batu ke tiga tiang yang disebut Jamarat.

Namun, di sisi lain dunia, di Palestina, batu juga menjadi simbol perlawanan bagi warga Palestina terhadap pendudukan dan penindasan.

Baca Juga: Tanri Abeng Wafat, Mantan Menteri BUMN Pertama Ini Dijuluki Manajer Rp 1 Miliar

Artikel ini akan membahas dua perspektif ini dan bagaimana batu bisa menjadi simbol yang kuat dalam konteks keagamaan dan politik.

Batu Lontaran Jamarat

Ritual melempar jumrah dilakukan pada 10 zukhijjah dan hari-hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Jamaah haji melemparkan batu ke tiga Jamarat: Jamarat al-Ula, Jamarat al-Wusta, dan Jamarat al-Aqaba.

Baca Juga: Tak Disangka! Judi Online Bikin Perceraian Melonjak, Kemenag Turun Tangan!

Melempar jumrah melambangkan perlawanan dan penolakan terhadap godaan setan.

Ritual ini memiliki akar sejarah yang panjang, yang merujuk pada kisah Nabi Ibrahim AS saat menggoda setan untuk mengalihkan ketaatannya kepada Allah SWT.

Baca Juga: Ultah Terakhir Jokowi sebagai Presiden di Tengah Kekhawatiran Nilai Tukar Rupiah

Ritual melempar jumrah mengandung pesan simbolis yang mendalam. Ini mengajarkan umat Islam tentang pentingnya menghadapi dan menolak godaan serta pengaruh buruk dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui ritual ini, jamaah haji diingatkan untuk selalu teguh dalam iman dan taqwa, serta berani menghadapi segala bentuk kejahatan,kezaliman dan ketidak adilan.

Batu Perlawanan Palestina

Di sisi lain dunia, batu menjadi simbol yang berbeda namun sama kuatnya bagi rakyat Palestina.

Sejak Intifada pertama pada tahun 1987, batu telah menjadi senjata perlawanan utama bagi pemuda Palestina.

Mereka menggunakan batu untuk melawan tentara dan kendaraan militer Israel dalam upaya mempertahankan hak-hak mereka dan menolak pendudukan,penjajahan dan ketidak adilan.

Batu-batu ini bukan sekadar alat fisik, tetapi juga simbol perlawanan terhadap penindasan, penjajahan dan ketidakadilan.

Melalui aksi pelemparan batu, rakyat Palestina menyampaikan pesan bahwa mereka tidak akan diam terhadap pendudukan, penjajahan dan penindasan.

Batu-batu yang dilemparkan menjadi lambang keberanian, keteguhan, dan perjuangan untuk kebebasan dan kemerdekaan Palestina.

Persamaan dan Perbedaan

Meskipun berada dalam konteks yang sangat berbeda, batu dalam kedua situasi ini memiliki kesamaan sebagai simbol perlawanan.

Di Mina, batu melambangkan perlawanan terhadap setan dan godaan, sedangkan di Palestina, batu melambangkan perlawanan perjuangan terhadap penindasan dan pendudukan penjajah.

Kedua tindakan ini menunjukkan keberanian dan keteguhan dalam menghadapi musuh, baik yang bersifat spiritual maupun fisik, mental, ekonomi,politik dan sosial.

Namun, perbedaannya terletak pada tujuan dan dampaknya. Batu lontaran Jamarat adalah bagian dari ritual khusus dan unik keagamaan yang dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT, tanpa tujuan untuk melukai atau menyakiti orang lain.

Sementara itu, batu perlawanan di Palestina digunakan dalam konteks konflik politik dan militer, dengan tujuan untuk mempertahankan hak-hak dan kedaulatan mereka.

Batu, dalam kedua konteks ini, menjadi simbol perlawanan yang kuat. Di Mina, batu lontaran Jamarat mengajarkan umat Islam untuk menolak godaan dan tetap teguh dalam iman dannketakwaan.

Di Palestina, batu menjadi alat dan simbol perjuangan melawan penindasan dan pendudukan penjajah. Kedua penggunaan batu ini, meskipun berbeda dalam konteks dan tujuan, menunjukkan bagaimana benda sederhana dapat memiliki makna yang sangat mendalam dan menjadi simbol keberanian dan keteguhan.

Melalui pemahaman ini, kita dapat lebih menghargai makna dan simbolisme yang terkandung dalam tindakan sederhana seperti melempar batu, baik dalam konteks ibadah maupun politik.

Ini mengingatkan kita akan pentingnya keberanian dan keteguhan dalam menghadapi segala bentuk kejahatan dan penindasan, kemaksiatan serta pentingnya menjaga nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan kita.

(*/ Ketua Unit DCMT & Dosen Kolej Pendidikan Berterusan (CCED) Universiti Tenaga Nasional Malaysia)

Penulis: Rusli Abdul Roni

Editor: Khotib Syarbini