Dikunjungi Presiden Jokowi, Pabrik Baterai Hyundai-LG di Karawang Beroperasi 2024
JAMBIIN.COM- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengumumkan bahwa pabrik baterai mobil listrik milik konsorsium Hyundai-LG di Karawang, Jawa Barat, akan memulai aktivitas produksi pada Februari 2024 mendatang.
Fasilitas yang dimiliki oleh PT Hyundai LG Industry (HLI) Green Power ini diperkirakan dapat menyuplai baterai untuk 160 ribu hingga 200 ribu unit kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Proyek pembangunan pabrik ini memiliki nilai investasi sebesar USD 9,8 miliar atau setara Rp 149,3 triliun (dengan kurs 15.241 per dolar AS).
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, memberikan apresiasi atas peran Menteri Bahlil dalam mengawal investasi Hyundai dan LG di Indonesia.
Menurut Amin Ak, kehadiran pabrik baterai HLI Green Power di Indonesia yang akan beroperasi di Karawang memiliki potensi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi kendaraan listrik global.
Dia menyatakan dukungan penuh kepada upaya pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi kendaraan listrik dunia.
"Dengan beroperasinya pabrik baterai mobil listrik di Karawang pada Februari 2024, langkah ini akan segera menjadi kenyataan," kata Amin Ak dalam pernyataannya pada Sabtu (16/9).
Anggota DPR dari Dapil Jawa Timur IV ini menegaskan bahwa pembangunan pabrik baterai listrik merupakan langkah yang sangat penting, baik yang dilakukan oleh investor asing, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun perusahaan swasta nasional.
Menurutnya, ini adalah langkah penting dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumber daya alam secara signifikan dan mendukung upaya industrialisasi.
"Ini adalah bagian integral dari program hilirisasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam sebesar-besarnya. Dalam konteks ini, pembangunan pabrik baterai harus beriringan dengan pembangunan smelter sehingga dapat menghasilkan produk akhir yang bernilai tinggi," tambahnya.
Amin Ak juga menyoroti manfaat ekonomi yang signifikan dari proyek ini. Selain menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang lebih besar, eksploitasi nikel yang lebih terkendali akan memberikan manfaat optimal bagi Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa dengan pengelolaan yang lebih baik atas laju eksploitasi nikel sesuai dengan kebutuhan pabrik baterai di dalam negeri, Indonesia dapat memaksimalkan manfaat dari eksploitasi nikel. Hal ini juga akan menguntungkan secara ekonomi.
"Dengan pengolahan nikel menjadi baterai, sumber daya nikel yang dieksploitasi akan memberikan manfaat dan keuntungan optimal bagi Indonesia. Jika saat ini untuk mendapatkan Rp 500 triliun bagi negara diperlukan 1,6 juta ton nikel per tahun, maka dengan proses industrialisasi, eksploitasi nikel dapat ditekan hingga sekitar 160 ribu ton, tetapi pendapatan yang diperoleh tetap besar untuk negara," ungkapnya.
Namun, Amin Ak juga mengingatkan bahwa penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa pengelolaan lingkungan dan keberlanjutan menjadi prioritas utama dalam pembangunan pabrik baterai ini.
Dia menekankan perlunya pengawasan yang ketat terhadap limbah dan dampak lingkungan yang dihasilkan oleh industri ini.
"Pemerintah harus memastikan bahwa pabrik baterai ini beroperasi dengan standar lingkungan yang tinggi dan mematuhi semua regulasi yang berlaku. Penting untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar," tegasnya.
Amin Ak juga mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan insentif yang dapat mendorong perkembangan industri baterai di Indonesia.
Insentif seperti pemotongan pajak, dukungan riset dan pengembangan, serta fasilitas infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan daya saing industri ini dan menarik lebih banyak investasi.
"Dalam rangka mempercepat pengembangan industri baterai di Indonesia, Pemerintah perlu memberikan insentif yang menarik bagi investor. Hal ini dapat berupa pemotongan pajak, fasilitas infrastruktur yang memadai, serta dukungan riset dan pengembangan. Dengan adanya insentif ini, diharapkan lebih banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di sektor ini," paparnya.
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa penting bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi produsen baterai, tetapi juga menjadi produsen kendaraan listrik.
Dia menilai perlunya pengembangan industri otomotif nasional sebagai bagian dari upaya untuk mencapai kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan pada impor.
"Indonesia harus bergerak dari hanya menjadi produsen baterai untuk kendaraan listrik, tetapi juga menjadi produsen kendaraan listrik itu sendiri. Hal ini akan membantu mencapai kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan pada impor. Kita harus berani bermimpi besar dan bertindak untuk mewujudkannya," pungkasnya.(*)
Penulis: ist
Editor: Khotib Syarbini
LEAVE A REPLY