Pengesahan RUU Kesehatan, Benarkah Menjadi Solusi Yang Tepat ?

Pengesahan RUU Kesehatan, Benarkah Menjadi Solusi Yang Tepat ?

Wanti Hasmar, Aktivitis dakwah dan Dosen fisioterapi di STIKes BaiturrahimĀ Jambi

Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan pada tanggal 11 Juli 2023, aspek yang disempurnakan dalam Undang-undang Kesehatan, yaitu : fokus mengobati menjadi mencegah, akses layanan kesehatan yang susah menjadi mudah, industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi mandiri di dalam negeri, pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif, tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata, perizinan yang rumit dan lama menjadi cepat, mudah dan sederhana, tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi menjadi dilindungi secara khusus, teknologi kesehatan yang tertinggal menjadi terdepan. RUU kesehatan memberikan ruang ekosistem untuk pengembangan inovasi kesehatan, serta penguatan peran kesehatan, membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, maupun kepulauan. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik (dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid)

RUU Kesehatan Ala Kapitalis Bukan Solusi

Pengesahan RUU Kesehatan ini bukanlah menjadi solusi yang tepat untuk masyarakat, tetapi menjadi permasalahan yang sangat kompleks disebabkan, pertama RUU Kesehatan Omnibus Law lahir dari paradigma kapitalisasi dan liberalisasi di bidang Kesehatan, memuat Langkah-langkah sistematis dalam membuka persaingan bebas dengan tenaga Kesehatan di luar negeri, sebagaimana yang terjadi di sektor ekonomi. Kedua, pembahasan ilmu kesehatan dinilai sangat tidak transparan dan tidak berdasarkan naskah akademik. Ketiga, RUU Kesehatan menghilangkan substansi utama dari pelayanan Kesehatan dan keluhuran profesi yakni patient safety dan standar nilai moralitas yang tinggi. Sehingga RUU Kesehatan yang disahkan hanya akan menambah kuat kapitalisasi dan liberalisasi di dalam bidang kesehatan. RUU Kesehatan ini menurunkan kualitas layanan kesehatan”. Menghilangkan kewajiban tersertifikasi dokter setiap lima tahun, lebih mengutamakan kuantitas dibanding kualitas dalam mencetak dokter spesialis. Biaya pendidikan kodekteran begitu mahal.

RUU Kesehatan tidak menjadi solusi yang komprehensif dalam permasalahan bidang kesehatan, RUU ini justru merugikan kepentingan rakyat termasuk para tenaga kesehatan. Inilah fakta buruknya pengurusan urusan rakyat di bawah penerapan sistem kapitalisme-sekularisme. Salah satunya contohnya BPJS Kesehatan, rakyat harus membayar iuran yang tidak sedikit setiap bulannya untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis, itu pun tidak semua jenis pelayanan yang ditanggung.

Islam Kaffah Menjadi Solusi Masalah Kesehatan

Sistem kesehatan dalam Daulah Islam yang berlandaskan paradigma islam. Kehadiran penguasa (khalifah) sebagai pelaksana syariat secara kaffah. Menjamin pelayanan kesehatan terbaik bagi seluruh warga negaranya. Muslim atau non muslim, kaya atau miskin. Negara mengelola kesehatan secara langsung di atas prinsip pelayanan, bukan untuk dikomersilkan. Jaminan kesehatan dalam khilafah adalah buah dari pelaksanaan syariat islam kaffah yang bersumber dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Tujuan kurikulum pendidikan negara Islam secara umum mencetak generasi yang ber-syakhsiyah islam pola pikir dan pola sikap terikat dengan syariat islam. Kurikulum mencetak untuk kemaslahatan umat sehingga lahir dokter-dokter kompeten dan berkualitas.

Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah dunia telah menjadi miliknya (HR Al Bukhari).

Dengan hadis ini membuat kita sebagai umat muslim menjadi banyak bersyukur dengan nikmat sehat yang sangat luar biasa dan seharusnya kita manfaatkan dalam mencari Ridho Nya Allah subhanahu wa ta’ala dalam menjalani kehidupan ini. 

Penulis: Wanti Hasmar, Aktivitis dakwah dan Dosen fisioterapi di STIKes BaiturrahimĀ Jambi

Editor: