Perspektif Dunia Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia

Perspektif Dunia Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia

Jalur Rempah, Perannya dalam Dunia Kesehatan, dan Peluang di Masa Depan

146,717
0

JAMBIIN.COM, JAMBI – Jalur Rempah sangat berperan penting dalam membentuk sejarah Indonesia hari ini, bukan hanya di masa kolonial, tetapi juga prakolonial. 

Penting untuk menelusuri sejarah yang cukup jauh ke belakang. Melihat ikatan dan saling keterhubungan di masyarakat yang sudah berlangsung berabad-abad, jauh sebelum adanya nasionalisme modern. 

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dalam pembukaannya pada ”Seminar Internasional Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia” yang disampaikannya secara daring, Senin, 19 September 2022. 

“Penting bagi kita berdiskusi mendalami seperti apa dunia Melayu di dalam jalur perdagangan rempah dunia. Dari keterangan para sejarawan dan narasumber yang hadir, kita bisa melihat bahwa hubungan-hubungan itu cukup erat sesungguhnya, tercermin bukan hanya dari catatan sejarah, tetapi kita juga bisa memeriksanya dari perspektif linguistik, tinggalan arkeologisnya, kita bisa melihat dari ekspresi budaya yang kemudian bermunculan di seluruh Nusantara ini,” ujarnya. 

Muhammad Nur, Sejarawan Universitas Andalas dalam materinya yang berjudul “Peran Sungai dan Laut dalam Sejarah Peradaban Rempah Dunia Melayu” mengatakan, Bagai gula yang dicari semut, rempah merupakan satu-satunya primadona perdagangan pada masa kuno di dunia Melayu. Sejak abad ke-7 sampai abad ke-18 pusat-pusat perdagangan rempah di dunia Melayu memiliki bandar-bandar dagang yang besar, baik sebagai pelabuhan laut maupun bantaran sungai. Bandar tersebut sering dikunjungi oleh kapal-kapal dari berbagai daerah yang cukup jauh, misalnya Cina, Gujarat, India, Persia, Arab, Roma, dan Mediterania.

Ia menjelaskan faktor-faktor penyebab negeri Melayu menjadi pusat pelayaran dan perdagangan rempah adalah karena di sekitar pantai timur dan pantai barat Sumatra tumbuh berbagai tanaman rempah yang dibutuhkan oleh orang Eropa, Mediterania, Persia, Mesir, dll. 

“Perdagangan rempah di dunia Melayu, sekaligus menyebabkan terjadinya komunikasi budaya antara Nusantara dan India, Cina, dan bangsa lainnya di bagian barat,” ujarnya.

Sementara itu, Prof. Xu Liping dalam materi “The Spice Trade of China-Indonesia and Its Impact” mengatakan, “Perdagangan rempah-rempah antara Cina dan Indonesia berlangsung selama ribuan tahun dari Dinasti Han dan Tang ke Dinasti Qing. 

Sebelum kedatangan penjajah Barat, Tiongkok kuno dan Indonesia selalu memelihara hubungan persahabatan yang mendorong perkembangan perdagangan rempah-rempah antara Tiongkok dan Indonesia sehingga memberikan pengaruh besar pada kehidupan sosial Tiongkok,” ujarnya. 

Ia juga menambahkan bahwa sejarah perdagangan rempah-rempah antara Cina dan Indonesia sepenuhnya menunjukkan bahwa pertukaran budaya berlangsung dua arah, bukan satu arah.

Prof. Amarjiva Lochan yang membawakan materi bertajuk “Malays’ Spice Commodities Trade in Nusantara’s Spice Routes” mengatakan, “Perdagangan rempah juga terjadi di India, tetapi itu bukan hanya persoalan perdagangan saja. Melalui sungai dan bandar-bandar, ada pertemuan budaya, agama, dan lain hal sebagainya. 

Hubungan antara India, Tiongkok, tidak hanya sekadar perdagangan. Tidak seperti perdagangan yang kita bayangkan hari ini.
" Perdagangan masa lalu memiliki impact yang sangat besar untuk hari ini,” pungkasnya. 

Rempah untuk Kesehatan
Pemateri lainnya, Dr. Pinky Saptandari dari Universitas Airlangga, dalam materi “Rempah untuk Kesehatan dalam Budaya Melayu” mengatakan bahwa rempah merupakan bagian dari kebudayaan, membawa pesan dan cerita tentang kenikmatan, kecantikan, kebugaran, dan kesehatan bagi dunia.

 “Rempah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari siklus hidup manusia, mulai dari kelahiran, tumbuh-kembang, dewasa, menikah, melahirkan, hingga kematian,” ujarnya. 

Menurut Pinky, rempah yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya menjadi urusan personal, tetapi juga menjadi urusan sosial serta ekonomi. 
Lantas, apa peran rempah dalam dunia Melayu? 

Pinky mengatakan, rempah turut merawat, memperkuat, dan merayakan keberagaman budaya dalam hal gastronomi, kebugaran dan kesehatan, serta kecantikan dan seksualitas.

 “Rempah digunakan sejak lama dari berbagai bentuk, dari bubuk hingga cairan yang bisa ditemukan dalam minuman kebugaran yang berbeda-beda di tiap daerah, misal Saraba, bir pletok, wedang uwuh,” ujarnya. 

Rempah kemudian menjadi suatu upaya untuk merawat memori kolektif kita tentang tradisi kuliner dan budaya lokal yang pernah disinggahi. 

Peluang di Masa Depan
Diskusi dalam seminar ini juga membawa pada pembicaraan tentang Jalur Rempah dan peluangnya bagi masa depan. Apa yang membuat orang di masa silam saling berhubungan?

 Melalui Jalur Rempah, kita bisa melihat bukan hanya perdagangan rempah saja, tetapi ada pertukaran pengetahuan di sana, ada pula interaksi kultural yang terjadi sehingga membentuk satu jaringan yang sangat kuat masa itu. 

“Kemampuan seperti ini tentu menjadi modal bagi kita hari ini melihat bagaimana di masa lalu orang sudah mampu untuk membangun hubungan yang kuat satu sama lain. Sekarang dengan kemudahan teknologi, transportasi, komunikasi , dst. Harusnya justru semakin kuat,” jelas Hilmar Farid.  

Hilmar mengatakan bahwa saat ini salah satu industri yang perkembangannya paling pesat di dunia adalah industri wellness dan industri ini bertolak dari pengetahuan masyarakat tentang lingkungan yang terkait dengan kesehatan.

 “Indonesia dalam hal ini adalah gudangnya, industri yang tumbuh pesat. Ini tentu merupakan peluang bagi Indonesia untuk menempatkan diri secara strategis di dunia,” ujarnya. 

Pinky menambahkan, kalau bisa memanfaatkan rempah, kita juga memajukan perekonomian bangsa melalui UMKM.

Seminar Internasional Dunia Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia dilaksanakan secara hybrid. Diikuti sekitar 400 peserta luring di Balairung Universitas Jambi serta 250 peserta daring. 

Pengisi materi terdiri dari akademisi, peneliti, budayawan, dan pegiat budaya Melayu, baik dari dalam maupun luar negeri. (***)

Penulis:

Editor: